Monday, December 10, 2018

Demikianlah


Aku menunduk sejenak untuk berduka.
Melawan kecemburuan dan kecemasan yang berujung pada perdebatan.
Tentang semua prasangka yang tak pernah kau tanyakan dan rasa yang selalu kau hiraukan.
Bertahan dengan keegoan masing-masing hanya membuat ini sangat menyakitkan.

Karena ..
Diri ini pernah berjuang tanpa diminta.
Dan sekarang harus pergi ketika kau mulai menyakiti semua hati yang ku punya.
Aku baru menyadari ternyata semua hanya sebatas kata-kata.

Demikianlah,
Aku kira kisah ini akan tetap berjalan sampai menua.
Tapi perkiraanku salah.
Ini sekedar singgah.
Karena kepastian yang aku tunggu tak kunjung terselesaikan meskipun sederhana.

Iya, ini berakhir,
Akulah yang harus tetap merangkak dalam keputusasaan.
Yang satu-satunya terluka dan tak ingin merelakan.
Yang meradang karena ribuan kekecewaan.

Aku pergi bukan karena benci. Melainkan tau diri.
Tau diri karena aku tak pantas memaksakan keadaan.
Tau diri karena selama ini hanya sebelah tangan.

Demikianlah,
Mari menghitung mundur untuk sebuah perpisahan.
Dengan semua permasalahanmu, kau harus tetap baik-baik saja.
Iya, kau pasti akan tetap baik-baik saja.
Karena.
Pergiku bukan maksud untuk meninggalkan, melainkan untukmu yang menginginkan kebahagiaan juga kebebasan.

Terima kasih untuk segala janji yang tak pernah terbukti. Semoga aku cukup kuat untuk berjalan sendiri.

Sudahlah, cukup sampai disini.
Percuma. Karena tulisanku pun tak pernah kau baca.


Share:

Sunday, October 21, 2018

Terbahagiakan atau Tersesakkan



Beradu dengan uji yang sungguh sulit untuk dihadapi.

Sebagai perempuan, lantas apa lagi yang bisa dilakukan?

Jawabnya: DIAM



Bahkan saat angin kencang yang menghancurkan.

Jutaan daun yang berjatuhan.

Pun paham bahwa makna kesabaran sama artinya dengan melupakan,  melepaskan juga mengikhlaskan.

Bahwa makna pasrah karena lelah, jauh berbeda dengan pasrah karena berserah untuk Lillah.



Sungguh

Tidak ada sama sekali kelegaan hati,  jika hanya bisa memendam sendiri.

Tidak ada sama sekali keridhaan hati, jika hanya ingin memahami sendiri.

Tidak ada sama sekali ketenangan hati, jika hanya berjuang sendiri.


Diam.

Maka diamlah.


Koreksi hatimu.

Tak perlu menyalahkan orang lain karena telah mengecewakan.

Tanyakan pada dirimu.

Kenapa terlalu banyak menaruh harap yang diambang kepastian.

Jalankan logikamu.

Kerjakan apa yang bisa kamu selesaikan.


Seluas apapun sabarmu untuk meredam.

Sekeras apapun usahamu untuk paham.

Satu-satunya jalan hanyalah:

MENGEMBALIKAN.


Mengembalikan pada sang waktu yang bisa menjelaskan.

Daripada berujung dengan kesia-siaan.

Terima saja keputusan sang Raja meskipun kamu tak segan.
Sesungguhnya apapun yang berkaitan dengan mendatangkan ataupun menjauhkan, ada karena sebuah alasan.


Entah terbahagiakan atau tersesakkan.


Share:

Tuesday, August 7, 2018

Perempuan Manja


"Manja banget sih jadi cewek!"
Adalah tidak termasuk kalimat asing dari planet yang paling asing.

Yap. Mungkin ada beberapa poin yang harus dipahami juga dimengerti. 

Ada masanya kita harus menikmati proses pendewasaan, termasuk harus pergi kemana-mana sendiri, mengerti kebutuhan diri sendiri,  mengatasi masalah sendiri, menenangkan suasana hati sendiri pun menciptakan bahagia sendiri. 

Nikmati waktu ini sendiri, pahami perubahan apa yang akan terjadi. Dan jika diperlukan, singkirkan ego yang memangsa hati. 

Belajarlah untuk tidak terlalu menggantungkan kepada orang lain. 
Belajarlah mengerti dalam segala keadaan. 
Karena diri ini bukan lagi remaja yang sedang asik menjalani drama sekolah. Seriuslah untuk mencapai cita tanpa membiarkan waktu berjalan sia-sia.

Tak perlu merasa kehilangan ataupun kesepian. Bertahanlah. Nanti akan terbiasa.
Memang perempuan tak akan pernah bisa sekuat laki-laki, tapi laki-laki mungkin tak akan bisa setabah perempuan.

Tak perlu mengasingkan diri, pun tak perlu mencari bahu untuk mendengarkan keluh kesah di hati. Cukup rasakan dan rahasiakan yang tak perlu untuk diumbar dan diumumkan.

Kini,  yang aku tahu pasti.
Bahwa di dunia ini, masih banyak hal yang mau tak mau harus dijalani, meskipun sendiri.

Share:

Wednesday, July 25, 2018

Nikmati Saja


Berusaha untuk tidak mengkhawatirkan yang akan terjadi kedepan.  Hanya sedikit terluka karena sebuah pilihan.  Yang terlihat sesederhana sebuah tulisan di buku harian, namun ternyata sedalam lautan. Tak ingin banyak drama yang mengarang seribu alasan. Diri ini sudah bosan dengan angan dari berbagai sudut pandang. 

Apapun pemikirannya,  cemburu ini akan selalu tetap terlihat berlebihan dan tak beralasan. Yang semakin menyiksa jika masih digenggam dan disimpan. Nama yang selalu ku langitkan juga setinggi harapan yang ku gantungkan. Namun sayang,  aku tak lagi mempedulikan celah perasaan. 

Aku tak akan melawan egoku sendiri,  hanya perlu sebuah pembiasaan. 
Aku tak akan memihak lisan orang,  hanya perlu sebuah keyakinan. 
Aku tak akan merayu kehendak Tuhan, hanya perlu sebuah kesabaran. 

Kini

Nikmati saja kesendirianmu. Tak akan ku rebut apapun yang bukan hakku. Tak akan ku paksa apapun yang bukan citaku. 
Nikmati saja kesenanganmu. Tak akan ku melupa tentang sebuah keputusan. Tak akan ku menderita tentang sebuah penyesalan. 

Karena nyatanya.
Aku terlanjur nyaman dengan apapun yang terabaikan. 
Nikmati saja. 
Arah jalan yang sudah kau temukan. 


Share:

Tuesday, July 10, 2018

Memilihmu


Pada kamis yang mendung. 
Tak banyak yang harus diperbincangkan. Cukup aku dan kamu yang saling percaya. 
Tak banyak yang harus dipahami. Cukup rinduku dan rindumu yang lupa memejamkan mata. 

Meskipun pada akhirnya aku tidak peduli pada jarak yang memisahkan, pada waktu yang menunda pertemuan.
Aku yang cemburu pada orang-orang yang bisa melihat tawamu. Sedangkan aku hanya bisa menyapamu lewat rindu.

Dan...
Tetaplah seperti ini, ikhlas menjadi tempatku berkeluh kesah dan mengadu.
Juga...
Menjadi tempat menampung segala rinduku.

Kepadamu, pengembala kisah. 

Apakah kamu akan tetap memilihku setelah melihat banyaknya kekuranganku? 
Apakah kamu akan tetap setia setelah menemukan yang lebih sempurna dariku? 
Apakah kamu akan tetap bersabar menunggu kesiapanku kepadamu? 
Apakah kamu akan tetap teguh berjuang bersamaku? 
Apakah kamu akan tetap ridha hati untuk menua bersamaku?

Ada banyak aksara berlarian yang berusaha menerjemahkan teduhnya senyummu juga tegarnya matamu. 
Semoga kamu tak keberatan untuk tetap berjalan menuju seseorang yang ku ikuti,  sebagai imam, sebagai yang halal untukku. 
Karena aku telah memilihmu, maka aku harus menyelesaikannya. 

Semoga sang Malikul Mulk pun merestui.
Aamiin. 😊


Share:

Monday, June 25, 2018

Ternyata Manusia



Marah. Lima huruf satu kata yang semakin menambah beban masalah. Yang semakin menyesatkan arah. Yang semakin merumitkan prahara sederhana. Yang menjadikan si(apa)pun murka.

Aku telah ditodong dengan jutaan angan, dihantam dengan ketidakpastian yang semakin membuatku terjerembab dalam jurang kemarahan. Sudah merangkak keluar namun tak kunjung melihat cahaya dalam kegelapan. Memejamkan mata, menajamkan indera. Sama saja. Tetap senyap, tak kunjung menemukan jalan.

Bersabar. Tak tahu kapan harus mengakhirinya. Darimana awalnya. Ini sungguh berbeda dari biasanya. Aku sudah lelah. Hanya bisa mencurahkannya melalui baris kata. Semoga tidak ada air mata di setiap baitnya. Karena sendiri. Bukan anak kecil lagi. Masa sulit ini harus terlewati. Tanpa ada tangan lain yang belum tentu bisa memahami.

Terkoyak. Tercabik. Api sudah mengepul di atas kepala. Namun raga masih ingin diam. Tetap memperhatikan, memikirkan, dan mempertanyakan. Disini, siapa yang harus disalahkan? Siapa yang harus dikorbankan?

Kini aku tahu bahwa tidak semua pertanyaan memiliki jawaban. Marah yang berujung kecewa. Membangkitkan kesadaran, aku manusia yang tak punya kuasa. Aku manusia yang hanya ingin memandang dunia dengan jendela terbuka. Aku manusia yang hanya ingin bercahaya seperti purnama. Aku manusia yang hanya ingin cita segera tercipta.

Aku manusia yang tak tahu berada dimana. Aku manusia yang tak tahu alur ceritanya. Aku manusia yang tak tahu harus seberapa lama. Aku manusia yang tak tahu bagaimana akhirnya.

Aku manusia. Hanya sanggup bercerita, tak sanggup mewujudkannya.

Ya.
Aku.
Ternyata manusia.


Share:

Friday, June 15, 2018

Tinggal di dalam Kepala



Apakah ombak di samudra sering menyebut namaku?
Apakah pasir di pantai sering menulis namaku?
Apakah langit biru sering menyimpan namaku?
Aku sendiri pun tak tahu tentang arti kehadiranku

Prasangka ini memelukku erat
Membiarkanku tetap tersesat
Dalam labirin yang tak berpintu
Terjebak dengan pencarian yang semu

Aku takut menjadi muak
Inginku segera beranjak
Dari jalan yang rumit
Yang tak kunjung hilang dan pamit

Sebuah kisah masih terus berlanjut
Dan hidup masih diselimuti gelisah
Sejuta kata masih keluar dari mulut
Dan perih masih ingin singgah

Inginku mengabaikan yang berduri
Lalu menyapa yang menawan
Namun sang kejam masih berseri
Merampas seluruh ruang dalam ingatan

Aku sudah belajar untuk berpura-pura
Aku sudah belajar untuk berubah
Aku sudah belajar untuk tertawa
Namun tetap saja,
Yang rumit tetap tinggal di dalam kepala.

Share:

Thursday, May 31, 2018

Perempuan sebagai Penyempurna Separuh Diin Suaminya



Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Sebelumnya kita sudah membahas keistimewaan perempuan dalam tingkatan hidup yang pertama. Nah, sekarang mari beralih ke yang kedua. Adalah sebagai istri, perempuan bisa menyempurnakan separuh Diin suaminya.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah untuk separuh agamanya yang kedua”.


Lalu, apa makna dari kalimat menyempurnakan agama itu sendiri?


Manusia secara fitrah terlahir dengan hawa nafsu. Manusia adalah makhluk biologis yang nafsunya tentu dikendalikan oleh dua hal, yakni perutnya dan kemaluannya. Yang menjadi perusak agama melalui perut adalah ketamakan dan keserakahan, sementara yang melalui kemaluan adalah perzinahan. Nafsu kerap kali dijadikan sebagai diatas segala hal. Yang paling berat bagi manusia yang sudah merasa tercukupi secara materi adalah mengendalikan nafsu. Banyak manusia yang terjungkal dalam kehinaan hanya karena tidak mampu menjaga nafsu perut dan kemaluan.

Oleh karenanya, pernikahan merupakan salah satu jalan untuk meredam nafsu syahwat manusia. Menikah merupakan salah satu ibadah yang mempunyai keutamaan yang sangat besar yang tidak dapat diperoleh dari ibadah lainnya.


Dimana peran perempuan dalam menyempurnakan Diin suaminya?


“Barangsiapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang shalihah, artinya Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya.  Karena itu, bertakwalah kepada Allah setengah sisanya”

Agar makna dari menyempurnakan separuh agama dapat tercapai, perempuan harus mempunyai kesamaan visi dan misi sesuai tuntunan agama untuk membangun bahtera rumah tangga demi mencapai Jannah-Nya. Maknanya tidak semua perempuan dapat dijadikan penyempurna separuh agama.


Pertama

Nabi Muhammad SAW bersabda “Wanita itu dinikahi karena 4 perkara. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, engkau akan bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Boleh saja seorang perempuan dipilih karena hartanya, atau keturunannya bahkan kecantikannya. Namun alangkah baiknya perempuan dipilih karena agamanya. Perempuan yang lebih unggul agamanya, akan mengamalkan pemahaman tentang agama yang dipelajarinya. Kemudian dapat dipastikan perempuan yang seperti ini akan menjaga harta serta kehormatan diri dan suaminya. Yang akan menjadi perisai dan benteng bagi suaminya menuju jalan yang diridhai Allah. Serta insyaAllah akan membawa suaminya kepada kebaikan di dunia maupun di akhirat.


Kedua

Nabi Muhammad SAW bersabda “Nikahilah perempuan yang sangat penyayang dan subur. Karena aku berbangga dengan kalian di hadapan umat yang lain di hari kiamat”

Dari pernikahan, diharapkan perempuan dapat melahirkan generasi-generasi emas yang berakhlakul karimah sesuai Al-Qur’an dan SunnahNya.

Allah pun berfirman: “Jangan pernah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka juga kepadamu”

Dari hadist-hadist tersebut bisa diartikan bahwa perempuan yang penyayang dan subur jika disertai keshalihan maka ia termasuk penghuni surga-Nya yang juga akan menolong suaminya kelak melalui anak.


Ketiga

Sesungguhnya rasa malu adalah sebagian dari iman. Nabi Muhammad SAW pun bersabda “Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan”

Sejatinya, perempuan diciptakan memiliki rasa malu yang besar. Rasa malu akan membuatnya menjaga kehormatannya juga menghindarkannya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Rasa malu akan menjaga diri dari pergaulan dengan lawan jenis, memperlihatkan perhiasannya selain kepada suami serta akan terjaga dari pandangan atau jamahan laki-laki lain. Dengan begitu suami akan terhindar dari dosanya fitnah dunia.



Menjadi perempuan penyempurna separuh agama memang tidak semudah mengucapkan kalimatnya. Namun jika disertai keihklasan dan semata-mata mengharap ridha Allah maka semua akan terasa ringan. Semoga Allah senantiasa mengabulkan niat-niat kita serta memudahkan jalan kita. Aamiin ya rabbal’alamin.


Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.



Share:

Saturday, May 5, 2018

Hujan di Bawah Mata


Aku ingin menemui hujan dan membiarkan tubuh ini kedinginan. Karena dengannya aku tak menangis sendirian. Namun mereka bilang langit sedang baik-baik saja sekarang. Lalu mengapa aku melihat langit yang sedang menangis (?) Entah, mungkin karena ada ungkapan hati yang menjerit, yang tersimpan dibalik kelamnya awan.

Wahai semesta.
Ajaklah aku berdamai dengan kehidupan. Agar tak ku rangkai masa depan dengan harapan kosong yang termakan oleh kerumunan waktu. Hampa yang menengadah ke atas langit, semu yang bahkan tak terhembus oleh angin dan suara gemricik ini pun sedang melihatku dengan iba.

Bunga yang enggan bermekaran, burung yang enggan berterbangan. Sunyi nan sepi ikut enggan meninggalkan. Begitupun juga aku yang mulai enggan melihat keindahan. Karena diri ini terlalu larut dalam kekecewaan. Mungkin ada baiknya menata hati yang resah dengan hal apapun yang sewajarnya.

Sungguh, aku bersedih bukan karena tak bisa bertemu denganmu untuk sementara waktu. Aku memahami betul bahwa belum saatnya aku menuntutmu untuk begini dan begitu. Ingatlah, jangan pernah engkau rapuh hanya karena melihat tetesan di pelupuk mataku. Teguhkanlah langkahmu untuk menggenapiku. Disini aku masih setia menunggu bukti kesungguhanmu meski harus berhadapan dengan pukulan rindu.

Namun, tidak bisa kah kau meluangkan waktu untuk bertanya, mengapa rasa ini begitu menyiksaku. Seberapa lama aku menunggu. Seberapa jauh aku melangkah. Seberapa dalam aku menyerah dengan keadaan. Disini, seberapa kerasnya aku memperjuangkan. Menuntut diriku sendiri. Menantang sendiriku. Aku memang bukan prioritasmu sekarang. Dan, ya. Seberapa sering kau mengabaikan. Seberapa penting kau menyibukkan. Seberapa banyak kau memperhatikan. Seberapa pedulinya kau menghitung rintik yang sudah ku teteskan.

Cukup.
Aku membiarkan diri ini bungkam karena sudah tidak ada kata yang bisa ku utarakan.
Akan kurapikan semua keluh kesah. Akan ku redam semua prasangka yang menyesakkan dada.
Biar ku simpan ini dalam hujan di bawah mata dan ku biarkan membasahi pipi lalu membanjiri hati.
Dan . . .
Semoga engkau segera membawakanku mentari yang tersenyum ramah kepada semua masalah.
😊


Share:

Tuesday, April 24, 2018

Anak Perempuan yang Membuka Pintu Surga bagi Ayahnya



Assalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh


Pernah mendengar tiga keistimewaan perempuan dalam tingkatan hidup? Ya, keistimewaan dari makhluk Allah yang dipilih menjadi perhiasan dunia. Pertama. Sebagai anak, perempuan bisa membukakan pintu surga bagi ayahnya. Kedua. Sebagai istri, perempuan bisa menyempurnakan separuh Diin suaminya. Ketiga. Sebagai ibu, surga berada di telapak kakinya.
Yap. Kali ini saya akan membahas tingkatan yang pertama terlebih dahulu.

Saat menjadi seorang anak perempuan, ia bisa membuka pintu surga untuk ayah dan saudara laki-lakinya dengan amal dan akhlak shalihahnya.
Namun seperti yang kita tahu, pada masa Jahiliyah sebelum adanya Islam bahkan mungkin sampai sekarang, kebanyakan orang kurang suka dengan lahirnya anak perempuan. Padahal baik laki-laki maupun perempuan di mata Allah sama saja, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya.

Allah pun berfirman :

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (٤٩)أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (٥٠)

"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa" (QS Asy-Syuuroo : 49-50).

Banyak ulama' yang berpendapat bahwa dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penyebutan anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki merupakan salah satu bentuk pemuliaan kepada anak-anak perempuan. Singkatnya, anak perempuan adalah pemberian (anugerah) dari Allah.

Akan tetapi, memiliki anak-anak perempuan tidak akan hanya mendatangkan kemuliaan dan kebaikan bagi sang ayah. Ingatlah bahwa anak-anak perempuan juga merupakan ujian dari Allah. Apalagi zaman sekarang terdapat banyak fitnah dan syahwat yang didukung penuh dengan kecanggihan teknologi. Sebagai contoh fenomena Tabarruj sudah melekat pada para perempuan. Dengan bangganya mereka menampakkan 'perhiasan'nya dan keindahan tubuhnya bahkan sampai apapun yang seharusnya wajib untuk ditutupi. Astaghfirullah. Marilah bermusahabah bersama. Marilah memulai untuk menanamkan rasa malu dalam diri. Sesungguhnya rasa malu  adalah perhiasan perempuan.

Selain itu, seorang anak perempuan yang sudah baligh juga diwajibkan baginya menggunakan hijab. "Selangkah anak perempuan keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka selangkah pula ayahnya itu masuk ke neraka." Naudzubillah min dzalik. Anak yang berbakti dan beriman, sangat dipastikan tidak akan  membiarkan ayahnya sebagai jaminan di dalam neraka karena ia yang tidak mau menutup aurat.
Nabi besar Muhammad SAW pun bersabda: “Wahai putriku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka yang di dunia nya tidak mau menutup rambutnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya“. (HR. Bukhari & Muslim).

Lalu bagaimana bisa anak perempuan bisa membukakan pintu surga bagi ayahnya? Mari kita lihat sabda Nabi besar Muhammad SAW berikut:

مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

"Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka." 

Masha Allah..

Sebagai anak perempuan, mari berlomba-lomba mengamalkan birrul walidain yang insha Allah membawa keridhaan orang tua juga (surga) Allah.

Semoga hati ini tetap istiqomah dalam menjaga diri yang memang seharusnya dijaga.
Melawan arus globalisasi yang sudah tak terkendali dengan pemahaman agama yang tanpa henti pula.
Sungguh merupakan sebuah kenikmatan besar yang mendamaikan, jika kita bisa membukakan pintu surga bagi ayah (orang tua dan keluarga).
Mari berusaha menjadi anak yang membawa kesejukan hati dan menjadi saksi dalam kesaksian sebaik-baiknya bagi orang tua di hari akhir.

Hamasah 😉

Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Share:

Saturday, April 14, 2018

Mendekap Rindu

Rindu . . .
Yang enggan bertemu
Menguji ketulusanku
Menguji kesetiaanku
Memberiku ruang dan waktu

Aku hanya bisa
Meminjam namamu
Dalam doaku
Tapi aku hanya ingin
Meminjam ragamu
Dalam dekapku

Dan aku . . .
Larut dalam angan
Terbawa perasaaan
Hanyut dalam harapan

Kini aku tahu
Rindu ini hanya ingin
Membuatku tangguh
Tanpa mengeluh
Membuatku luluh
Tanpa berpeluh

Bisakah . . .
Kusampaikan pada hujan
Bahwa kuinginkan pertemuan
Agar tak kuhabiskan waktu
Hanya dengan mendekap rindu


Share:

Wednesday, April 4, 2018

Perempuan sebagai Pendidik Pertama dan Utama



Assalamu'alaikum warrahmutallahi wabarakatuh,

Kita pernah mendengar istilah bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Yap. Pada dasarnya kedudukan perempuan dengan laki-laki sama hal dalam ibadah dan iman. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pahala dan surga bagi mereka yang beriman.  Jelasnya dalam firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 71 yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kawajiban yang sama yakni melakukan amar makruf nahi munkar.  Perannya dalam sebuah keluarga menjadi salah satu pembeda. Banyak ulama mengatakan bahwa perempuan merupakan sebuah pondasi tegak dan utuhnya keluarga. Ditegaskan kedudukan seorang perempuan dalam Islam adalah menjadi ibu dan pengelolah rumah tangga (ummu wa rabbah al-bayt).

Ditambah lagi dari sudut pandang agama Islam, ibu merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya (Al ummu madrasatul ula). Dari ibu, seorang anak belajar tentang segala hal baru dalam kehidupannya. Pendidikan anak dimulai dari seorang ibu. Sederhana saja, anak belajar berbicara, menulis, menghitung, mempelajari ilmu, semua berawal dari peran ibu yang harus dituntut untuk membekali diri dengan ilmu (pengetahuan maupun agama), serta harus terus bergerak untuk meningkatkan kualitas diri.  Karena seorang perempuan harus bisa menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.

Banyak yang mengatakan bahwa gelar "IBU" adalah amanah yang mulia. Artinya, anak-anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT, tugas ibu adalah menjadikan anak-anaknya sebagai pembawa kebaikan dunia akhirat bagi orang tua. 

Seperti halnya "Ibu yang cerdas berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas pula". Menurut berbagai sumber, investasi seorang ibu dalam diri anak mencapai 75 persen. Yang berarti, anak akan mendapatkan kecerdasan hingga 2 kali lipat dari ibu dibandingkan dari ayah. Terlepas dari kecerdasan yang bisa dipengaruhi dari faktor genetik maupun lingkungan, perempuan tetap harus ber'pendidikan' tinggi dan berwawasan luas entah nantinya akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga saja. Karena kecerdasan intelektual, emosional , dan spiritual anak bisa ditentukan melalui pola asuh dari sang ibu. Meskipun mendidik anak sangat menguras waktu, pikiran, dan tenaga. Ini tidak bisa  dilakukan setengah-setengah atau bahkan dijadikan sambilan semata. Perempuan harus sabar namun tangguh, kuat, mandiri, tegar maupun tegas, cerdas serta berakhlak mulia. 

*Satu yang harus diingat, perempuan meningkatkan kualitas dirinya bukan berarti ingin menyaingi suami, tapi suami berhak mendapatkan generasi yang terbaik.

Kembali ke istilah "IBU adalah amanah yang mulia". Persiapkan diri untuk menjadi ibu yang shalihah. Sebab Allah akan meminta pertanggungjawaban tentang anak di hari akhir, bahkan sebelum anak yang akan meminta pertanggungjawaban kepada orang tuanya. Perempuan harus membekali diri dengan ilmu yang luas. Dengan adanya sebuah hadist  yang berbunyi: اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat” menunjukkan bahwa tidak ada batasan bagi manusia (terutama perempuan) untuk menuntut ilmu.

Tidak harus semulia Khadijah.
Tidak harus setaqwa Aisyah.
Tidak harus setabah Fatimah.
Tidak harus secantik Balqis.
Tidak harus sesuci Maryam.
Cukuplah menjadi perempuan akhir zaman yang berkomitmen kuat untuk Agama, yang menjalankan sunnahNya agar bisa menyelamatkan diri dan keluarga dengan caramu sendiri.


Semangat Berjuang 😊😊

Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Share: