Selamat pagi, ayah ibuk. Bagaimana kabar kalian?
Iya, ini aku. Putri kalian yang masih lima tahun.
Disini putri kalian sungguh baik-baik saja.
Terima kasih karena sudah membuat dunia masa kecilku yang penuh dengan pelangi dan bunga bahkan tanpa ada hujan badai sekalipun.
Ayah ibuk lelah?
Ku lihat ada goresan di dahi dan sekitar mata kalian yang nampak semakin jelas.
Beristirahatlah sejenak yah buk.
Rehatkan sebentar badan dan pikiran ayah ibuk.
Disini aku hanya ingin melihat bahagianya kalian.
Tangan mungilku ini ingin sekali menggenggam tangan ayah ibuk.
Menopang beban di pundak ayah ibuk.
Mengusap air hujan yang turun deras dari mata ayah ibuk.
Dan menadahkan “Aamiin” di setiap doa ayah ibuk.
Sungguh, disini putri kalian sudah bisa berjalan menapaki taman bermain sendiri.
Menanam bunga-bunga cantik pemberian ayah ibuk.
Selalu menunjukkan senyuman manis seperti yang ayah ibuk selalu bilang.
Dan aku bangga dengan apapun pemberian kalian.
Seolah setiap kasih sayang ayah ibuk tak pernah lupa untuk berbisik kepada ku:
“Anakku, hiduplah dengan baik. Kelak, mendewasalah dengan anggun, nak. Ayah ibuk selalu menjadi ‘rumah’mu ketika di luar sana memperlakukanmu dengan kejam”
Ayah ibuk.
Putri kecil ini tak akan pernah lelah mengingatkan putri yang sudah duapuluh lima tahun sekarang.
Karena ku tahu, dalam ingatannya yang ada hanya samar-samar. Tapi sungguh hanya aku yang dapat merasakan cinta tulus ayah ibuk dengan sangat nyata.
Akan selalu ku teriaki dia untuk tak menyakiti ayah ibuk, untuk tak menyulitkan ayah ibuk, untuk menjaga penuh ayah ibuk.
Untuk menciptakan dunia ayah ibuk seindah dunia masa kecilku disini.
Sehat selalu, ayah ibuk.
Bangga terlahir sebagai anak ayah ibuk yang paling berharga dari seisi dunia.
Aku sudah merasa sangat kaya raya karena memiliki ayah ibuk.
Semoga baktiku bisa menghapus dosa-dosaku terhadap ayah ibuk. Dan semoga doa yang kulangitkan bisa menciptakan rumah bahagia untuk dunia akhiratnya ayah ibuk.
Aamiin ya rabbal’alamin