Thursday, September 5, 2019

Untuk Ayah Ibuk

Selamat pagi, ayah ibuk. Bagaimana kabar kalian?
Iya, ini aku. Putri kalian yang masih lima tahun.
Disini putri kalian sungguh baik-baik saja.
Terima kasih karena sudah membuat dunia masa kecilku yang penuh dengan pelangi dan bunga bahkan tanpa ada hujan badai sekalipun.

Ayah ibuk lelah?
Ku lihat ada goresan di dahi dan sekitar mata kalian yang nampak semakin jelas.
Beristirahatlah sejenak yah buk.
Rehatkan sebentar badan dan pikiran ayah ibuk.
Disini aku hanya ingin melihat bahagianya kalian.
Tangan mungilku ini ingin sekali menggenggam tangan ayah ibuk.
Menopang beban di pundak ayah ibuk.
Mengusap air hujan yang turun deras dari mata ayah ibuk.
Dan menadahkan “Aamiin” di setiap doa ayah ibuk.

Sungguh, disini putri kalian sudah bisa berjalan menapaki taman bermain sendiri.
Menanam bunga-bunga cantik pemberian ayah ibuk.
Selalu menunjukkan senyuman manis seperti yang ayah ibuk selalu bilang.
Dan aku bangga dengan apapun pemberian kalian.
Seolah setiap kasih sayang ayah ibuk tak pernah lupa untuk berbisik kepada ku:
“Anakku, hiduplah dengan baik. Kelak, mendewasalah dengan anggun, nak. Ayah ibuk selalu menjadi ‘rumah’mu ketika di luar sana memperlakukanmu dengan kejam”

Ayah ibuk.
Putri kecil ini tak akan pernah lelah mengingatkan putri yang sudah duapuluh lima tahun sekarang.
Karena ku tahu, dalam ingatannya yang ada hanya samar-samar. Tapi sungguh hanya aku yang dapat merasakan cinta tulus ayah ibuk dengan sangat nyata.
Akan selalu ku teriaki dia untuk tak menyakiti ayah ibuk, untuk tak menyulitkan ayah ibuk, untuk menjaga penuh ayah ibuk.
Untuk menciptakan dunia ayah ibuk seindah dunia masa kecilku disini.

Sehat selalu, ayah ibuk.
Bangga terlahir sebagai anak ayah ibuk yang paling berharga dari seisi dunia.
Aku sudah merasa sangat kaya raya karena memiliki ayah ibuk.
Semoga baktiku bisa menghapus dosa-dosaku terhadap ayah ibuk. Dan semoga doa yang kulangitkan bisa menciptakan rumah bahagia untuk dunia akhiratnya ayah ibuk.
Aamiin ya rabbal’alamin


Share:

Sunday, September 1, 2019

Self-Love Letter ❤

Dear self,

Hope you are well.

There are so many things I would like to say to you.
Physically you're doing okay. How about mentally and emotionally?
You're so hard on yourslef.
Take a breath. Don't feel over sad.
You're strong, adventurous and definitely determined.
Just be you, kind and loving with a really big heart.
You still grow up.
Stop comparing yourself to others.

Right now.
Without plans. Without expectations. Without judgment. Without frustrations. And without checking your watch.
Give yourself the space to more likely to live longer.
Love every single terrible situation.
This is the real long life challenge.

Why are you still so hard on yourself?
You are so much stronger than you think you are. 
Just keep going, eventually everything you are doing will be right.
You've put in over a million hours to get through dark times in your journey.


So be proud of this. You'll be amazed at what can be accomplished.
Then say, "I really wait for thousands and thousands of success stories after all my pains"


Very truly yours,
Ilmira

Share:

Thursday, March 14, 2019

Tertanda, Aku



Sudah beberapa hari ini aku tak memimpikanmu. Bagaimana tidak, sudah beberapa hari ini juga aku tak bisa tidur. Hanya karena hati yang tandus, ingatan yang bergemuruh, sampai saat ini tak kunjung ingin sembuh
“Jika luka sudah terlanjur membekas, maka ingatan pun akan sulit lepas”. Ya. Ingatan ini sungguh tak mau hilang ditambah dengan dirimu yang menghilang. Ingatan ketika sama-sama berjuang namun kau biarkan aku berteman dengan harapan.
Seolah alam sedang bertepuk tangan untuk aku yang tak kunjung beranjak dari cinta sebelah tangan. Semakin aku ingin mengubur dalam-dalam semakin kuat harapan-harapan yang berdatangan.
Kalau bisa memilih, aku ingin meng“innalillahi’kan perasaan ini agar segera mati. Sayangnya yang kulihat justru innalillahi untuk perasaan mu yang sudah mati.
Sungguh ini sangat menyiksa, aku yang terlalu bodoh atau kamu yang bodoh sehingga tak menyadari aku terlalu ingin sampai menjadi seorang pemelas seperti ini. Jika saja menjalani hidup bisa semudah kalimat yang dikeluarkan orang-orang, pasti sudah ku lakukan.

“Aku baik-baik saja”. Adalah kalimat kebohongan yang terus aku lafalkan.
Diantara kita, siapa yang menjadi sekeras batu, dan siapa yang menjadi sesabar air ?
Diantara kita, siapa yang paling sulit mengikhlaskan perpisahan ?
Aku yang jenuh dan kamu yang terus membisu. Semakin tertekan dengan titik yang kunjung bertemu.
Cerita ini sama dengan kisah buruk di masa lalu,kemudian memaksaku untuk menikmati luka-luka itu. Lagi dan lagi, apa yang ku harapkan tak sejalan dengan apa yang semesta harapkan. .

Tertanda Aku.
Aku. Manusia paling buruk yang terus memaksakan takdir.


Share:

Monday, January 14, 2019

Menikah di Usia Muda?



Menikah di usia muda?

Yang harus direnungkan adalah jika kita melihat banyak keluarga para ulama yang nikah muda bahkan ada yang menikah di usia belia, sudahkah kita melihat latar belakang  pernikahannya?

“Segerakan menikah”, memang benar jika berniat menjaga hati dan mata dari pandangan yang haram. Berniat menjaga kehormatan diri dan pasangan. Tapi, menikah bukan sebuah permainan. Pernikahan itu janji suci sebagai sebuah pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban kita sebagai hamba Allah. Bukan sebatas suka melainkan ketika susah juga harus tetap merasa bahagia berjuang berdua di jalan Allah.

Misalnya Aisyah istri Rasulullah. Iya, sang Humairah yang dinikahi oleh kekasih Allah dalam keadaan masih muda. Ketika usianya belum genap 15 tahun saja, tidak ada sama sekali rasa galau, curhat kemana-mana, tetap tenang dan hanya dzikir kepada Allah. Alasannya? Karena dasarnya sudah kuat. Sudah dididik  dari kecil oleh Abu Bakar dan Ummu Umar. Bagaimana diajarkan iman dari kecil. Sudah mengetahui ilmu agama dan adab sopansantun. Termasuk bagaimana adab menjadi istri, bagaimana mengerti karakter pasangan, bagaimana menghargai kekurangan pasangan, mengapresiasi kelebihan pasangan, bagaimana adab kepada orang tua setelah menikah, juga adab kepada mertua.

Nah kita? Dasar belum terlalu kuat tiba-tiba langsung ada pernikahan. Belum siap jadi seorang istri juga ibu apalagi menantu.

Jika ada yang menjawab “ Untuk urusan itu bisa belajar bersama-sama setelah menikah”. Begini. Seperti yang kita tahu bahwa orang tua dari jaman dahulu kala bahkan sebelum kita lahir, wejangan yang diberikan selalu sama. "Nikah itu tidak menjamin ada kebahagiaan setiap hari". Kondisi mental yang belum ajeg bisa menjadi pemicu keributan. Ambil contoh tentang komitmen. Ketika sudah menikah, kita akan sering dihadapkan dengan kondisi untuk saling mengalah, saling menyingkirkan ego, saling membahagiakan juga menjaga. Jika suatu hari ada kerikil dalam rumah tangga, dengan kondisi mental yang memang dari awal belum kuat bukan menolak kemungkinan kelak menyelesaikannya tidak dengan kedewasaan bisa jadi malah mencari pelarian.

Menikah adalah komitmen yang sudah diikat untuk tidak diingkari. Komitmen selalu bersama dalam suka maupun duka, dalam lapang maupun sempit, dalam sehat maupun sakit. Allah memilihkan jodoh juga tidak selalu dengan sifat yang sama. Sesekali akan ada pertengkaran hanya karena perbedaan.

Lantas bagaimana? Kembali pada intinya, nikah muda harus ada dasar yang kuat dari dalam diri. Matangkan mentalmu untuk siap menghadapi segala ‘resiko’nya. Jadi jika ingin menikah sekarang pastikan niatmu, pahami ilmu tentang keluarga, ada kesiapan ekonomi, dan kematangan diri yang menunjukkan kedewasaanmu.

Semoga setiap niat baik kita untuk menjalankan sunnah Rosulullah segera dimudahkan oleh Allah. Dan semoga pernikahan yang kita niatkan adalah pernikahan suci yang bernilai ibadah.


Aamiin ya rabbal 'alamin


Share:

Friday, January 4, 2019

Bukan Rumah



Aku pikir selama ini menjadi sebuah rumah, ternyata aku salah. Hanya  tempat singgah.

……………………………………………………………………………………………………………


Seharusnya setelah kamu mengabaikan dan tak menghargaiku lagi, aku tak perlu menunggumu. Nyatanya sesabar apapun aku disini dengan perasaan yang sama, kamu tetap tidak akan mengerti.
Bodohnya diriku yang masih mencintai seseorang yang hatinya entah untuk siapa. Konyolnya diriku yang memaklumi seseorang yang terlihat jelas berulang kali ingkar.

Jika memang aku tak diinginkan, cukup sampaikan kepastian untuk sebuah hubungan. Sungguh menderita, tetap bertahan dengan kekecewaan namun pada akhirnya tidak ada kelanjutan.
Jika memang kamu ingin pergi, cukup beri informasi agar ku tak menunggu juga mengharapkanmu lagi.

Ya sudah.

Aku tak memaksakan untuk sama-sama bertahan.
Maafkan jika sebelumnya semua isyarat mu sulit untuk ku terima.
Jalani hidupmu sesuai kemauanmu. Aku tak lagi memaksakan untuk selalu disampingmu.
Semoga kamu bahagia dengan  sikapmu sendiri itu.


Share: