Monday, June 1, 2020

Playing Victim


Kebanyakan dari kita selalu menuntut untuk didengarkan tetapi tidak pernah mau mendengarkan. Mendengar, nampaknya sudah bukan lagi menjadi suatu alternatif untuk saling menghargai. Kebanyakan orang mengaku lebih sulit menahan telinga untuk mendengar, daripada menahan mulutnya untuk berbicara. Bukankah melalui telinga, kita bisa membuka mata untuk melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda?

Memiliki dua telinga dan satu mulut, Bagaimana bisa kita menggunakan mulut dan telinga tidak sesuai proporsinya. Seringkali berbicara panjang dengan ritme cepat tanpa memberi jeda.
Seolah-olah masalah pribadi sendiri adalah yang terpenting dari semua topik.
Seolah-olah menunjukkan yang paling baik dan yang paling benar.
Seolah-olah diri sendiri yang paling terpuruk dan orang lain  yang paling  buruk.

“They hurt you and they act like you hurt them”. Mereka yang jahat, tetapi mereka merasa dijahati.
Sedang musim dimana orang berlomba-lomba mengambil peran sebagai korban. Selalu mencari pembenaran kemudian menyalahkan orang lain. Singkatnya sih Playing Victim yang selalu mengemis simpati.

Ketika menanam padi, jika padi tidak tumbuh dengan baik. Sebaiknya kita mencari penyebab mengapa tidak tumbuh dengan baik atau tetap menyalahkan padi?

Semua tergantung pada kendali diri kita sendiri. Memilih bertindak untuk membuktikan kebenaran diri atau intropeksi diri. Tidak perlu menempatkan diri sebagai korban, coba benahi diri untuk menerima keadaan.

Karena Playing Victim hanya semakin menunjukkan bahwa dirinya bersikap tidak mampu tapi dipaksa untuk mampu.

Belajar untuk memikul tanggung jawab terhadap kehidupan kita sendiri sama artinya dengan belajar untuk mengakui kelemahan dan kesalahan tanpa meremehkan.

Share:

Friday, May 1, 2020

Cenayang untuk Masa Depan


Salah satu kelemahan manusia di era 4.0 adalah terlalu mencemaskan masa depan. Padahal setiap manusia sudah punya waktunya sendiri. Tetap saja, seringkali kita terlalu larut dalam mengikuti standar sosial yang jelas-jelas tidak bisa menentukan bagaimana seharusnya hidup berjalan.

Setiap individu itu jelas berbeda. Proses bertumbuh dan proses memulihkan pun berbeda. Tetap berjalan sesuai waktunya masing-masing. Kita masih bisa bertumbuh. Kita masih bisa memutar arah. Jangan terlalu keras terhadap diri yang masih berusaha mencari jati diri.

Terlalu mengkhawatirkan masa depan yang memang terlihat abstrak tidak akan membuat kita bisa memprediksinya. Akan selalu ada yang membuat terguncang dan datang penuh dengan kesulitan-kesulitan. Dunia pun tetap berputar cepat, seakan membuat kita merasa tertinggal dan takut akan masa depan, pasangan, pekerjaan, uang bahkan kematian.

Semua ini hanya soal waktu. Ibarat air mengalir. Kita tidak akan pernah bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya. Ibarat sungai. Waktu bernilai bukan dilihat dari seberapa panjangnya, tetapi dari seberapa banyak kebaikan yang kita lakukan didalamnya. Karena kita semua tahu bahwa waktu memiliki sifat tak terganti dan tak kembali.

Kita bisa saja bergegas melangkah, asal tidak tergesa. Kita selalu menuntut jawaban tegas, tapi sering lupa arah karena digoda oleh kesenangan sementara. Yah. Adrenalin untuk mencapai masa depan pun berpacu sehingga kita menjadi tergesa dan resah.

Jangan biarkan hawa nafsu menggiring akal untuk melupakan janji yang Allah tetapkan untuk setiap hambaNya. Kita hanya perlu sedikit bersabar lagi. “Nahnu mudabbir, Wallahu Muqaddir”.

Manusia hidup untuk menghidupkan siklus kehidupan. Remind to yourself to be patient for all that you want to achieve. But it doesn’t mean, “I’m kinda still in my lazy time”. Masa depan memang tidak bisa kita skenariokan, tapi kita tetap bisa serius dan fokus untuk melakukan yang terbaik terhadap apa yang sedang dijalani saat ini. Karena pada dasarnya, manusia bukanlah cenayang yang mendapatkan informasi dari masa depan.

Manusia hanya perlu berusaha sebaik mungkin, menyerahkan hasilnya kepada Ar Rahman. Dan akan datang dimana kita bisa berkata dengan lantang “Aku sudah tiba pada titik mengingat tak lagi khawatir dan mengenang tak lagi kecewa” (Aamiin)

Semoga Allah membimbing setiap langkah, sehingga apapun yang kita lakukan menjadi berkah dan apapun yang kita usahakan berbuah indah.
Share: