Tuesday, June 1, 2021

Menjadi Ikhlas

Layaknya ayah ibu.

Yang berbuat baik kepada anak-anaknya tanpa ada niat mendapat balasan maupun penghargaan dari banyak orang.

Tanpa satupun kata penjelasan dalam lisan, karena tak ada pamrih meskipun perih.

Tanpa merasa telah berjasa, karena tak ada yang pernah tahu ridho Sang Kuasa.

Tanpa melakukan pembelaan, karena tak mengharapkan kebaikan berbalik kepadanya meskipun terlihat buruk di mata banyak orang.

Tanpa lelah menutup amal baik, karena sanggup bertahan dalam sabar yang panjang  meskipun semua tak berada pada kendali.

Tanpa perlu menjulurkan tangan, karena dalam diam pun bisa membungkam mulut yang berbicara.

 

“Sepi ing pamrih. Rame ing gawe”

Bekerja keras itu tak perlu mengharapkan banyak kesan baik.

Berbagi dalam diam juga menentramkan.

 

Karena . . . . . .

Menjadi ikhlas adalah ujian terberat dalam melakukan kebaikan.

Menjadi ikhlas untuk menjaga niat agar dapat bertahan lama.

Menjadi ikhlas yang hanya merajuk pada Nya tanpa pamrih kepada manusia Nya.

Menjadi ikhlas demi melangkah kepada rahmat Nya.

 

Semoga kita menjadi pribadi yang sebaik-baiknya dalam penglihatan Sang Pemilik Alam Semesta.

 


 


Share:

Saturday, January 9, 2021

Jangan Pilih dan Miliki Aku

"Kalau kamu sibuk mencari yang lebih baik, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah menemukan yang terbaik. Jika kamu tetap memaksa dan pada akhirnya tidak menemukan sosok yang kamu cari dalam diriku, silahkan cari di dalam dirimu. Adakah itu dalam dirimu. Atau jika tidak, kita bisa bentuk itu bersama-sama.”

Manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang mereka dapat. Bahkan ketika mereka sudah bertemu yang terbaik, mereka tetap saja mengatakan bahwa itu bukan yang terbaik.

Sering kali mereka mengabaikan banyak hati, mematahkan banyak cinta hanya demi menemukan sosok  terbaik versi dirinya.

Bukankah bertahan dengan semua kekurangan yang kita punya, saling belajar dan melengkapi satu sama lain adalah yang terbaik dibandingkan dengan mereka yang datang hanya membawa segala kelebihannya (?)

Maka dari itu.

Jangan memilih dan memilikiku karena wajah.

Jika kamu memilihku karena wajah, tentu kamu meninggalkanku ketika kamu melihat wanita yang lebih cantik dariku.

Jangan memilih dan memilikiku karena pakaian.

Jika kamu memilihku karena auratku, tentu kamu meninggalkanku ketika kamu melihat wanita yang lebih tertutup dariku.

Jangan memilih dan memilikiku karena harta.

Jika kamu memilihku karena hartaku, tentu kamu meninggalkanku disaat aku miskin.

Jangan memilih dan memilikiku karena pintar.

Jika kamu memilihku karena kepintaranku, tentu kamu meninggalkanku disaat aku mulai bodoh.

Jangan memilih dan memilikiku karena agama.

Jika karena agama, tentu kamu akan lebih memilih ustadzah dibanding diriku.

Jangan memilih dan memilikiku karena iman.

Jika karena imanku, tentu kamu meninggalkanku disaat kelalaian menghampiriku.

Jangan memilih dan memilikiku karena akhlak.

Jika kamu mencintaiku karena akhlak, tentu kamu meninggalkanku disaat akhlakku terbukti buruk.

Pilih dan miliki aku karena apa yang ada pada diriku. Sesungguhnya itu lebih abadi dan tidak pernah hilang.



Share:

Monday, June 1, 2020

Playing Victim


Kebanyakan dari kita selalu menuntut untuk didengarkan tetapi tidak pernah mau mendengarkan. Mendengar, nampaknya sudah bukan lagi menjadi suatu alternatif untuk saling menghargai. Kebanyakan orang mengaku lebih sulit menahan telinga untuk mendengar, daripada menahan mulutnya untuk berbicara. Bukankah melalui telinga, kita bisa membuka mata untuk melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda?

Memiliki dua telinga dan satu mulut, Bagaimana bisa kita menggunakan mulut dan telinga tidak sesuai proporsinya. Seringkali berbicara panjang dengan ritme cepat tanpa memberi jeda.
Seolah-olah masalah pribadi sendiri adalah yang terpenting dari semua topik.
Seolah-olah menunjukkan yang paling baik dan yang paling benar.
Seolah-olah diri sendiri yang paling terpuruk dan orang lain  yang paling  buruk.

“They hurt you and they act like you hurt them”. Mereka yang jahat, tetapi mereka merasa dijahati.
Sedang musim dimana orang berlomba-lomba mengambil peran sebagai korban. Selalu mencari pembenaran kemudian menyalahkan orang lain. Singkatnya sih Playing Victim yang selalu mengemis simpati.

Ketika menanam padi, jika padi tidak tumbuh dengan baik. Sebaiknya kita mencari penyebab mengapa tidak tumbuh dengan baik atau tetap menyalahkan padi?

Semua tergantung pada kendali diri kita sendiri. Memilih bertindak untuk membuktikan kebenaran diri atau intropeksi diri. Tidak perlu menempatkan diri sebagai korban, coba benahi diri untuk menerima keadaan.

Karena Playing Victim hanya semakin menunjukkan bahwa dirinya bersikap tidak mampu tapi dipaksa untuk mampu.

Belajar untuk memikul tanggung jawab terhadap kehidupan kita sendiri sama artinya dengan belajar untuk mengakui kelemahan dan kesalahan tanpa meremehkan.

Share: